Pertanyaan:
Shalom Pak Stefanus,
Pertama saya ingin bercerita sedikit tentang masalah saya. Saya adalah seorang pria yang punya orientasi seksual berbeda dari orang kebanyakan. Melihat artikel yang ditulis di katolisitas bahwa setiap orang apapun orientasi seksualnya harus menjaga tubuhnya kudus, maka saya bertekad untuk melakukannya. Namun, ternyata pada prakteknya tidak semudah yang dibayangkan.
Sebelumnya, saya pernah mengakukan dosa saya dan bertobat ketika mengikuti retret di Cikanyere. Sungguh, retret tersebut mengubah hidup saya dan ketika saya mengakukan dosa saya lakukan dengan niatan yg murni dan sungguh-sungguh. Lalu ketika itu juga ada kesempatan untuk konseling dengan suster/frater di sana, karena satu dan lain hal saya memutuskan untuk tidak melakukannya. Sepulangnya dari sana saya merasakan damai sejahtera dan saya tidak lagi melakukan dosa berat seperti yg sebelumnya malahan menjadi giat membaca kitab suci dan berdoa.
Namun, belakangan ini karena segala kepenatan aktifitas dan lain hal frekuensi doa saya menjadi semakin berkurang, menjadi fluktuatif. Ketika sedang semangat maka saya sangat semangat untuk berdoa, ketika sedang lelah atau apa, saya menjadi tidak berdoa lagi.
Masalahnya adalah saya sangat menyesal sedalam-dalamnya karena saya terjatuh kembali dalam dosa berat. Bagaimana ini Pak Stef? Apakah ada yang salah dengan diri saya? Menurut Pak Stef bagaimana solusinya? Entah mengapa saya merasa sangat rapuh untuk berjuang dalam hal ini berapapun seringnya saya mengakukan dosa dalam sakramen tobat. Terakhir kali saya mengakukan dosa pada masa Adven.
Jika berkenan saya ingin meminta dukungan doa untuk dapat melawan godaan-godaan dosa ketidakkudusan ini. Saya sangat bingung apa yang harus saya lakukan, apalagi kita sedang dalam masa prapaskah, saya merasa tidak layak bahkan untuk datang ke gereja sekalipun. Apakah saya butuh konseling dengan romo/suster/frater?Tolong saya pak Stef.
Hendrik [nama diganti]
Jawaban:
Continue reading →